Setiap kali memasuki pasar, baik pasar tradisional maupun pasar swalayan, kita
sebagai konsumen pasti akan dihadapkan pada persoalan yang sama yaitu
menentukan pilihan bahan pangan yang akan dibeli. Meskipun kita sudah menyiakan
daftar belanjaan dari rumah, namun sesampainya di tempat pembelanjaan kita masih
harus menentukan pilihan.
Begitu juga saat kita harus membeli buah dan sayur. Misalnya, kita “sudah
membulatkan tekad” untuk membeli jeruk atau apel, namun di depan rak (pasar
swalayan) atau meja “dasaran “ (pasar tradisional) banyak macam buah yang
didasarkan. Karena sesuatu hal barangkali kita masih harus menentukan
pilihan,meski telah membawa daftar belanjaan.
Atau tidak jarang kita harus menimbang-nimbang buah yang akan dibeli tadi satupersatu
sebelum memasukkan dalam kantung belanjaan. Dan uniknya kejadian ini
kejadian ini masih terjadi di negara-negara yang lebih maju, yang notabene
pembakuan mutu bahan pangan (grading) sudah baik. Jadi pengelompokan mutu
buah ke dalam kelas atau grade tertentu tidak otomatis menghilangkan
kecenderungan melakukan seleksi. Rupanya memilih ketika berbelanja adalah suatu
perilaku naluriah manusia yang sulit dihilangkan.
Terlepas dari faktor harga, keputusan konsumen untuk memilih buah dari tumpukan
sejenis dalam kotak “dasaran” semata-mata ditentukan oleh daya tarik visualnya
(vissual appeal). Menurut sebuah hasil penelitian di Amerika Serikat pada tahun
1989, 94% responden menyatakan tolok ukur pemilihan buah dan sayur adalah
kenampakan luarnya, seperti: ukuran,bentuk,warna,mengkilat tidaknya (gloss), dan
ketidakcacatan (absence of defects).
Selain itu, terbukti pula pembelanja buah dan sayur umumnya melakukan proses
pengambilan keputusan secara langsung ketika mereka berhadapan dengan rak
atau meja “dasaran” di dalam pasar dan bukan hasil perencanaan sebelumnya.
Itulah sebabnya kampanye buah dan sayur “bebas pestisida” banyak menjumpai
kegagalan.
Bukan saja karena harganya jauh lebih mahal, melainkan juga karena
kecenderungan konsumen yang lebih mengutamakan “kulit” daripada “isi”. Mereka
belum rela mengeluarkan uang lebih banyak untuk buah dan sayur organik yang
kenampakan luarnya tak berbeda dari buah dan sayur “biasa”.